My Last Dream ~ Mimpi Terakhirku
"Nggak penting..."
Komentarku masih menentang logika, sikapku sangat skeptis terhadap pengetahuan yang baru kudapatkan siang tadi. Bagaimana lagi? Aku ini orang yang tergolong rasional, percaya setelah melihat dengan mata kepala sendiri.
Astral projection, adalah sebuah tahap di atas lucid dream di mana pemimpinya berhasil melepaskan jiwa dari belenggu raga duniawinya. Singkatnya, jika lucid dream adalah kemampuan manusia untuk memanipulasi sinyal spatial dalam otak saat tubuh manusia seratus persen beristirahat, maka astral projection adalah kemampuan supernatural di mana spirit manusia yang masih belum bisa dijelaskan asal-usulnya bisa kabur dari cangkang berdagingnya dan berkeliaran bebas secara tiga dimensi.
Meski aku sudah menguasai lucid dream sepenuhnya dan berulang kali aku sudah pernah sukses tidur untuk menciptakan dunia yang ideal dalam mimpi yang sangat mendekati kenyataan, namun aku masih skeptis dengan yang satu ini.
Badanku yang sudah terlentang di atas kasurku ini perlahan mulai merasa tertindih, berat tak bisa digerakkan. Badanku sudah nyaris memasuki fase sleep paralysis, atau tidur lumpuh, di mana otakku yang masih aktif berhasil menipu tubuhku yang berpikir kalau seluruh tubuhku sudah siap dimatikan. Di fase ini, sudah normal kalau aku akan mendengar suara-suara aneh yang sebenarnya tidak ada di sekelilingku.
Meski banyak yang bilang kalau suara-suara aneh itu adalah suara dari dunia lain, namun aku lebih percaya kalau suara-suara tersebut berasal dari arsip bunyi-bunyian dari suara yang otakku dengarkan secara tidak sadar. Saat ini sendiri, aku sedang mendengar suara serigala melolong, suara cekikikan anak kecil, sampai suara ribut lalu lintas. Selama berada di fase ini, aku mengalihkan perhatian otakku dengan cara membayangkan sebuah proses yang tidak ada habisnya, misalnya berjalan mengikuti sebuah lingkaran. Namun aku lebih memilih untuk membayangkan sedang menuruni satu set tangga Penrose.
Sambil perlahan berhasil meraih kembali kesadaranku, suara-suara aneh di sekelilingku juga perlahan memudar. Aku sudah berhasil memasuki fase lucid dream, alias mimpi sadar. Di sini aku bebas membayangkan apa saja dan membuatnya nyata. Namun tetap saja, semua itu hanya ilusi. Tempat ini hanya ada di dalam pikiranku.
Meski di tempat ini aku bisa membuat apa saja, namun tujuan akhirku bukan di sini. Dari sini aku harus keluar dari ruang hitam yang tampak tak terbatas ini agar bisa sampai di fase puncak yang konon hanya bisa dicapai oleh sedikit manusia di muka bumi ini; Astral projection.
Bagaimana caranya? Menurut penjelasan yang kubaca tadi siang, aku harus meruntuhkan pertahanan mentalku, melepaskan energi murni dari dalam pikiranku dan memproyeksikannya ke bentuk tiga dimensi. Kedengarannya sulit, tapi menurutku cukup gampang. Aku tidak perlu membayangkan apa-apa, termasuk diriku sendiri, aku harus membayangkan bahwa aku ini tidak ada.
Aku mulai pejamkan mataku yang ironisnya tidak juga nyata ini dan membelenggu diriku dalam sebuah penjara hitam. Jujur ini tidak sulit, saat aku membuka mataku kembali, aku sudah melayang di sebuah dunia yang sulit kujelaskan. Jutaan warna-warna menggulungku seperti berenang di laut lepas yang dirundung badai. Perlahan warna-warna tersebut memudar dan secara nyata membentuk tempat yang akrab denganku; kamar tidurku sendiri.
Aku berhasil, aku sudah melepaskan jiwa dari ragaku. Jujur rasanya sangat aneh, aku cuma bisa membayangkan rasanya jadi seekor ubur-ubur saat ini. Aku tidak memiliki tubuh sama sekali, makanya rasanya sangat canggung saat aku ingin menggerakkan tanganku untuk meraih sesuatu yang otakku sebut sebagai benda padat.
Jika aku masih terbelenggu dengan penjara mortal yang kusebut badan itu, mungkin sinyal-sinyal fana yang kusebut emosi sudah membuatku tawa dan merasa puas. Namun sekarang aku merasa sangat berbeda, aku merasa bebas dan tenang.
Kamarku yang gelap dan berantakan ini terasa sangat nyata meskipun aku hanya bisa melihat dan mendengar tanpa bisa menyentuhnya. Namun semua pengalaman ini belum sampai pada puncak keanehannya, hal paling ganjil yang kurasakan adalah saat aku berbalik dan melihat diriku sendiri.
Perasaanku sangat bercampur aduk, meski aku sudah sering melihat sosok diriku sendiri saat berada di depan cermin, saat ini terasa sangat berbeda. Belum pernah aku melihat wajahku sendiri sedetil ini.
"Hidungku itu semancung ini, ya?"
Pada siapa aku bertanya? Diriku sendiri berada di depanku, namun aku yang menanyakan pertanyaan tadi ada di hadapanku sendiri. Untunglah aku yang sekarang sudah terpisah dengan badanku, kalau tidak, mungkin kepalaku sudah sakit memikirkannya. Namun tetap saja, aku merasa bingung. Sepertinya aku baru menemukan sebuah filosofi paradoks baru.
"Sayang aku tidak bisa mengagumi mataku sendiri."
Setelah mengagumi beberapa fitur-fitur wajahku sendiri, aku mencoba memandangi alisku sendiri. Yang kusuka dari alisku adalah ketebalannya, tidak terlalu tebal, tapi juga tidak terlalu tipis. Jumlahnya sangat pas hingga tidak meng-overpower-kan bagian-bagian wajahku yang lain. Saat sedang mengagumi alisku yang menempel di kelopak mataku, tiba-tiba kedua mata di depanku terbuka.
"Apa---"
Aku memang agak kesal karena tidak bisa menatap mataku sendiri, namun bukan ini yang aku mau. Aku memang tidak kaget dengan kejadian ini, karena aku tahu dia, atau aku, tidak bisa melihatku. Namun tetap saja dia, maksudku diriku, seharusnya tidak melakukan ini. Saat itulah aku disadarkan, mungkin inilah sebabnya sangat sedikit orang yang mengklaim sanggup melakukan astral projection. Juga saat itulah aku merasa ingin melakukan sesuatu.
...aku ingin bangun.
fsc
Facebook comments

No comments:

Post a Comment